Rabu, 30 September 2015

Khayalku

 Kucoba tepis semua rinduku
Kucoba hapus semua anganku
Berharap semua cepat berlalu
Khayalku tuk miliki dirimu

Lupakanmu... jauh
Tinggalkanmu dari hidupku
Bangunkanku dari mimpiku
Yakinkan semua ini hanya khayalku

Oh tuhan tolong jawab anganku
Rasa ini terus menyiksaku
Matikan cinta tuk harapan yang kosong
Yakinkan perih kan membunuhku


Jauh...
Tinggalkan mu dari hidupku
Bangunkanku dari mimpiku
Yakinkan semua ini hanya khayalku

*lagi pengen ngpost ni lirik lagunya "Lonney - Khayalku" aja, coz tiba-tiba nemu ni lagu di playlist yang tlah lama g diputer :D

Belajar




belajarlah menerima walau terasa sakit
belajarlah menerima walau terasa lelah
belajarlah menerima walau terasa sulit

belajarlah, belajarlah, belajarlah,,,
belajarlah meski kau merasa tak mampu untuk melaluinya
belajarlah menerima walau terkadang asa sudah menghilang dalam diri
belajarlah mencoba kembali meski kegagalan terus yang kau hadapi

hidup tak semudah yang kita pikirkan
tak semudah yang kita khayalkan
tak semudah yang kita imipikan
tak semudah yang dipikirkan anak kecil

ya, hidup,,,
semua bisa berubah kapan saja
tanpa memberitahu tahu lebih dahulu
tanpa memberikan aba – aba
jalan apa yang akan kita hadapi selanjutnya
sulit memang untuk menerima kenyataan yang berbeda
tapi itulah hidup,
siap tak siap kita harus mampu menerima dengan ikhlas
kalaupun kita tak siap, kita tetap berada ditempat itu
tetap berada terus diposisi keterpurukan



Bila

       
Bila rasa ini rasa mu, sepenggal lirik lagu yang sedikit menggambarkan isi hati, sudah 3 minggu aku tak mengerti tentang hatiku sendiri, apa yang ingin dilakukan , apa yang diinginkan aku tak mengerti tentang semuanya. Bila rasa ini bisa ku buang jauh. Bila rasa ini tak pernah hadir. Mungkin aku baik – baik saja. Ya baik – baik saja. 30 september 2015 hari terakhir dibulan september di tahun 2015, tak ada rangkaian kata indah tuk menutupnya. Karena rasa ini kosong. Ya KOSONG.

Jumat, 18 September 2015

Kosong

Kosong. Sepi dan sendiri. Dunia membuatku penat. Kosong. Ada ruang yang lama tak berpenghuni. Sesaat ramai tapi serasa sepi. Sepi serasa hampa. Kosong. Ruang tak berpenghuni. Diam – diam mulai iri. Kosong. Diam – diam mulai merasa. Kosong. Diam – diam mulai merindu. Ah, diam – diam kau mulai lagi. Ah, diam – diam kau menyadari. Menyadari bahwa ruang kosong tak berpenghuni itu mulai meronta. Berharap ada yang mengisi kekosongan. Berharap ada yang mengujungi. Bahkan menetap. Ruang kosong. Kau diam –diam memulainya.

 Sudah, tenanglah. Akan ada yang mengujungimu kelak. Jangan bersedih. Sudah, tenanglah. Jangan risau. Akan ada yang datang dan menjagamu. Sudah, tenanglah. Jangan menangis lagi. Dia akan datang. Cukup. Jangan terus menangis. Meski risau. Jangan membuatmu lemah. Aku tahu. Aku bahkan sangat tahu. Kehampaan yang slama ini kau jalani. Kehampaan tak pernah mengusik. Walau dia sekali – kali datang tapi kau tak terpengaruh. Kau hanya diam. Cuek. Acuh. Tapi kini, kenapa ? kenapa ? kenapa kau begitu terusik olehnya? Terusik atas hadirnya? Begituhkah? Begitu merindukah dirimu? Jangan marah. Aku hanya ingin tahu. Ingin tahu lebih jauh tentangmu. Sudah, tenanglah. Aku tak kan bercerita kepada siapapun.
Ya, aku mulai merindu pada sang tuan yang kelak datang. Aku sangat – sangat merindu. Bahkan tak dapat ku lukis semua gambar rasa ini. Meski aku tak perah berjumpa tetap saja aku merindu. Atau pernah berjumpa dengannya tapi aku sendiri tak menyadari hadirnya. Masih tetap sama. Aku merindu.
Ya, aku mulai resah. Resah yang membuat perasaanku slalu tak nyaman. Berharap cepat bertemu pada sang tuan penghuni ruang kosong ini. Resah yang slalu membayangi. Resah ya resah. Sudah, tenanglah. Dia sedang dalam perjalanan menuju ruanganmu. Dia lama datang mungkin sedang tersesat disuatu tempat. Berdo’alah. Berdo’a semoga dia cepat hadir. Datang menghampirimu dan menetap diruang kosong itu selamanya.

Kamis, 10 September 2015

Rain . . .



                Hello rain, apa kabarnya kamu hari ini ? sudah berapa lama aku tak melihat mu dalam beberapa bulan ini, sedang apa sekarang? Kenapa kau tak kunjung hadir? Dimana dirimu berada?  Padahal terlalu banyak yang ingin ku ceritakan padamu. Aku rindu rain. Rain, ada apa denganmu? Sepertinya dirimu enggan kembali. Kenapa? Aku hanya ingin kembali bercerita tentang semuanya hanya denganmu seperti dulu. Ya seperti dulu dengan sangat akrab. Kau tahu kan, aku sangat menyukaimu. Benar – benar menyukaimu. Ketika kau hadir tiba – tiba, aku akan berlari ke serambi rumah atau ke jendela kamarku untuk mengadahan tanganku agar aku bisa menyentuhmu merasakan kesejukan yang slalu kau ciptakan. Ketika kau hadir dimalam hari, kau berikan nyanyian indah menina bobokan diriku hingga terlelap sampai kicauan burung atau suara ayam membangunkan ku pertanda pagi tlah kembali. Tapi sekarang kau tak seperti dulu, Rain. Karena tak ku dengar lagi gemerincik nyanyian indahmu, tak lagi ku dengar suara merdumu. Tak ku lihat lagi  anak kecil yang tersenyum menyambut kedatanganmu. Tak lagi ku dengar tawa riang mereka ketika kau hadir tiba –tiba. Rain, jangan terlalu lama bersembunyi, disini kami merindukanmu, benar – benar merindu. Kau tahu, disini begitu kacau balau ketika kau tak ada. Begitu banyak halimun asap yang menyiksa masyarakat. Masyrakat begitu susah dalam menjalankan aktivitasnya. Mereka berbondong – bondong menyelusuri jalan setapak yang terjal demi mencari bagian dari dirimu. Penghasilan kerja sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka karena kau tak kunjung hadir. Maaf, bukan bermaksud menyalahkan mu. Sekali lagi aku minta maaf padamu, Rain. Bisakah kau hadir kembali? Mengguyur kami disini dengan kesejukkanmu? Rain, kami menunggumu. Slalu menunggu hadirmu sampai kapan pun. Miss You rain.

Itu Rindu


Rabu, 09 September 2015

Hijrah



                Begitu banyak kerikil – kerikil kecil yang akan datang silih berganti, bukan hanya dari orang lain kerikil itu datang bahkan dari keluarga sendiri pun akan mendatangkan kerikil – kerikil kecil itu. Bersyukur kepada Allah ketika kita digerakkan hatinya untuk hijrah, hidayah itu tlah Allah berikan, dan sekarang bagaimana kita harus menyikapinya. Mau melaksanakannya atau menundanya.
                Itulah suatu kenikmatan yang Allah berikan yang harus kita syukuri, karena tak semua orang mendapatkan hidayah itu, tak semua orang mendapatkan kenikmatan yang berbalaskan  pahala dari Allah, tak semua orang bisa dengan leluasanya melakukan hijrah, bahkan sebagian saudara seiman kita begitu banyak tantangan – tantangan yang harus mereka hadapi ketika hijrah dengan hijabnya, bahkan didaerah atau negara yang Islam nya minoritas setiap hari harus berjuang untuk mempertahankan hijabnya sendiri, begitu banyak caci maki bahkan hinaan yang tak pantas didengar, semua itu tak sebanding dengan perjuangan kita dimana Islam menjadi mayoritas, setiap orang akan mengalami hal –hal yang berbeda ketika memutuskan untuk berhijrah, karena dibalik itu ada sebuah proses belajar untuk memperbaiki diri tapi juga memantaskan diri menjadi pribadi yang terbaik untuk Allah, begitu banyak proses yang akan kita hadapi setiap harinya untuk berubah menjadi sosok solehah versinya Allah.
                So, luruskan niat hanya karena Allah, in shaa Allah akan Allah permudah segala urusan kita, jangan karena sebuah cemooh satu atau dua orang mengurungkan niat untuk berhijab yang sudah wajib untuk kita lakukan, terkadang orang terdekat memang  bukan orang yang tepat untuk penyemangat diri, tapi  begitu mudahkan semangat itu hilang? Begitu mudahkan niat itu hilang? Ah, belum berperang tapi sudah dengan mudahnya menyerah, itu bukan hamba Allah yang tangguh. Jadikan cemooh itu jadi cabuk penyemangat bahwa diri ini tak seperti yang mereka pikir, buktikan kepada mereka dengan prestasi – prestasi kita. Dan orang – orang itu dengan sendirinya akan menerima dan mendukung kita tanpa harus kita pinta. So, jangan mudah menyerah hanya karena kerikil – kerikil kecil karena diluar sana masih banyak kerikil – kerikil kecil yang menghalangi langkah besar kita, perjuangan masih panjang, dan perjuangan baru akan dimulai, oke… !!! bersikaplah dengan bijak dan pahamilah mereka itu pun merupakan perjuangan untuk kita karena harus melawan ego kita sendiri tapi itu juga sebuah kenikmatan yang harus dinikmati karena akan berbuah pahala jika kita bijak dalam menyikapi.

Kamis, 03 September 2015

Celoteh Malam


                Suara hembusan angin yang keluar, diiringi suara nyanyian yang bergantian beputar di playlistku, samar – samar ku dengar suara jangkrik yang meringkik, malam semakin larut sedangkan mata tak dapat diajak bersatu. Ada rasa yang sedari tadi tak dapat ku jelaskan membuat ku bertanya – tanya, ada apakah gerangan ? membuat ku takut.  Positive thingking yang dapat ku perbuat, tapi masih saja rasa itu belum menghilang… Ya Rabb, semoga tak ada kejadian buruk yang menimpa, sungguh aku slalu takut jika membayangkannya dan memikirkannya. Ada sedikit trauma yang masih belum sembuh, lindungi aku dalam naungan-Mu. Wahai diri tenanglah, Allah slalu menemani dan menjagamu, aamiin…

Hujan dan Kenangannya



               Hujan kali ini kau menemuiku bahkan  kau menemaniku belari – lari kecil, bukan hanya dengan tangan ku tapi seluruh tubuh juga merasakan hadirmu. Kau tak kenal lelah menemaniku, aku bahagia kau ada disini, kau slalu tahu ketika hati sedang berduka. Ku telusuri jalan setapak dengan genangan air yang tlah kau jatuhkan, kau hadir secara perlahan dan pasti hanya saja aku tak menyadari akan dirimu, hingga ku lupa membawa payung untuk menjaga diriku. Saat ini aku berada dititik dimana aku harus berjuang menyelesaikan tugas ku seorang diri, sebenarnya bukan aku seorang diri tapi ada seorang teman lagi, ya untuk kali ini biarkan saja seperti itu. Biarkan saja dia seorang diri  disana, duduk dan mengaduh. Bahkan jika beliau terlibat membuat rasa didada ini semakin sesak,tapi tenang saja rasa itu tlah terobati dengan sendirinya ketika kau kembali menyapaku, hujan. Kali ini aku benar – benar bersama kalian, hujan dan senjaku. 
Suatu perjuangan yang berat untuk melalui hari ini, tapi karena ada kalian yang menemaniku, memberiku suatu kekuatan dan perasaan nyaman yang tak terkira hingga ku kembali damai. Hei senja, karena hujan belum berlalu makanya kau tak menunjukkan pesonamu pada ku kali ini. Ya tak apalah, kali ini ku maafkan. Usai sudah tugasku hari ini walau masih ada sedikit masalah yang tak cukup berpengaruh. Aku masih merasakan hadirmu melalui jemari – jemariku, masih menemaniku menikmati panorama bumi yang tlah kau guyur. Ah masih saja ada yang mencelamu, ingin rasanya ku maki orang itu tapi ku harus menahan diri saat ini. Coba saja dia merenung  bersyukur menikmati akan hadirmu. Mensyukuri nikmat yang tlah Allah turunkan. Hujan dan senja yang menemaniku hari ini, terima kasih karena tlah menghiburku untuk hari yang cukup melelahkan, semoga suatu hari nanti kita dapat bercengkrama riang kembali. See you…

Rabu, 02 September 2015

Belitung, haruskah aku kesana ?


 
                Pantai yang berjejer menghiasi pulau itu, terik mentari terasa mengigit kulit, sepi, bersih, rapi, belum terjamah dengan tingkah manusia yang jahil dan pastinya aku akan jarang melihat hujan yang bersenandung, itu penilaianku saat ini, pantai yang berjejer, dan suasana yang sepi cukup untuk kita merehatkan otak dari segala aktivitas pekerjaan yang mengharuskan target. Hanya kita sendiri di pantai itu, tak ada orang lain, serasa pantai millik kita sendiri, bebas melakukan semua akitivitas sesuka hati,  itu cerita yang ku dapat dari seorang teman yang baru tinggal beberapa bulan disana. Slalu melakukan travelling ditempat – tempat yang berbeda setiap minggunya, membuat ku iri.
                Belitung, haruskah aku kesana ? jika suatu hari nanti aku memang harus pergi kesana, aku terlalu takut menanggung rindu yang membuncah tak terwujud, mungkin hanya bisa melihat dan mendengar suara dari keluarga, tapi raga ini ingin bersama dengan mereka menikmati kebersamaan, jarak yang hampir sama untuk ku tempuh saat aku berada didaerah yang pernah ku kunjungi membuat tak masalah, biaya transportasi yang mahal membuatku slalu berpikir berulang – ulang kali, harus kah aku ke sana? Karena satu kali perjalanan pulang pergi dari Palembang – Belitung sama dengan 8 kali aku pulang pergi dari Palembang – Penukal,  Palembang  - Muara Enim, Palembang – Jarai, atau Palembang -  Muara Pinang. Transportasi yang mahal merupakan salah satu faktor yang belum terselesaikan sampai saat ini membuat kita pada akhirnya akan jarang untuk pulang ke rumah kedua orang tua kita.
                Ah, dilema melanda, disatu sisi aku menginginkan pergi kesana untuk melepas atribut yang slama 3 tahun ku sandang, mungkin itu sebagian solusi dalam benakku dan melakukan travelling ke kota yang belum ku datangi, ya setidaknya ketika melakukan pekerjaan kantorlah yang dapat membuat kita berkesempatan berwisata ria dan menghemat biaya akomondasi bahkan kantor yang membayar semua kegiatan perjalanan kita, kalau pun tanpa urusan kantor pastinya kita akan berpikir berkali – kali lipat karena akan megeluarkan kocek yang mahal bahkan mengurungkan niat. Dan disisi lainnya aku harus kembali berjauhan dengan keluarga dalam rentan waktu yang tak dapat ku prediksi. Jadi, harus bagaimana, haruskah ku pergi dengan resiko jarang berkumpul bersama kedua orang tua dan adik – adikku atau kembali menunggu giliranku.

Kenangan Singkat


Kita berjalan mencari bersama menyelusuri setiap ruang , beriringan dengan sebait jarak, melewati setiap ruang dan tatapan mata mereka tertuju pada kita seakan menghardik membuatku takut, bukan tempat yang mengerikan atau berbahaya, tapi tempat yang tak seharusnya dikunjungi, bukan bukan, bukan tempat yang tak seharusnya dikunjungi tapi tempat yang salah untuk dikunjungi, kau menenangkan ku bahwa tak apa-apa berada sini, kenangku. Kenangan itu terlalu singkat, bahkan sekarang samar-samar teringat bahkan ada sepenggal cerita yang terlupa atau terlewat dari ku. Aku hanya berusaha mengingat dan menuliskannya kembali, dan  ketika kelak aku lupa akan  sosok dirimu, aku kan membaca kembali tulisan – tulisan tak berarti ini, mungkin otak – otakku akan mencari kilatan memori yang memudar dan menghilang itu. Kenangan dimana hanya aku yang menyimpannya. Kita hanya mencari satu tempat, tempat untuk melakukan kewajiban kita kepada-Nya. Ketika wudhu tlah membasahi, kita menghadap pada-Nya, kita tak melakukakannya bersama – sama , lagi – lagi jarak yang mengingatkan, kau bukan imamku dan aku bukan makmummu, kita berjarak seperti itulah waktu itu. Aku berharap kita bisa disatukan Allah, itu harapan semuku.  Waktu bersamamu adalah hal yang tak terduga untukku, ada rasa yang membuncah didalam tubuh ini, berusaha untuk menetralisirkannya dengan cepat, bersama beriringan dan sepenggal jarak yang mendampingi membuatku bahagia, meski sesaat tapi itu kenang singkat yang akan terkikis waktu dan enyah bagai buih lautan. Mungkin hanya aku saja yang ingat dan mengenang, karena hanya aku yang mencintaimu dalam diam, bahkan kau sendiri tak pernah sadar akan hal itu,  aku menulis tentangmu diranahku ini untuk mengingat kenang singkat yang pernah terjadi walau kau tak tahu eksitensiku disini. Karena kau hanya fatamorgana bagiku.